Massa Aksi Jilid II Banyumas #CabutOmnibusLaw yang terdiri dari berbagai almamater kampus di Banyumas.
(Sumber: Kementerian Media Aplikatif BEM Unsoed)

Purwokerto, BEM Unsoed – Penolakan Omnibus Law hingga saat ini terus digaungkan oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya Banyumas. Masyarakat Banyumas bersatu demi menolak Undang-Undang Sapu Jagat yang hanya menguntungkan kaum elit ini.

Bertempat di depan Kantor DPRD Kabupaten Banyumas, Aliansi Serikat Masyarakat (SEMARAK) Banyumas menggelar Aksi Jilid II Banyumas #CabutOmnibusLaw pada Kamis (15/10/2020). Aksi ini merupakan aksi lanjutan dari aksi pertama yang digelar pada Rabu (07/10/2020) lalu. Massa aksi terdiri dari berbagai elemen mahasiswa dari seluruh Banyumas, termasuk juga BEM Unsoed. Selain mahasiswa, aksi juga diikuti oleh elemen masyarakat dari Koalisi Masyarakat Banyumas (Kombas), pelajar dan serikat buruh Banyumas.

Aksi dimulai dengan long march pada pukul 13.30 WIB dari Masjid 17 Purwokerto menuju depan Kantor DPRD Kabupaten Banyumas. Pukul 14.05 WIB, massa aksi sampai di depan kantor DPRD yang kemudian disusul kedatangan Koalisi Masyarakat Banyumas (Kombas) pada pukul 14.17 WIB.

Massa aksi melakukan longmarch menuju DPRD Banyumas.
(Sumber: Kementerian Media Aplikatif BEM Unsoed)

Pada aksi kali ini, selain diramaikan dengan orasi dari berbagai perwakilan organisasi dan ormas, pengibaran bendera merah putih setengah tiang juga dilakukan pada pukul 14.34 WIB. Dikibarkannya bendera setengah tiang merupakan salah satu bentuk duka untuk wakil rakyat yang mengesahkan Omnibus Law, bahkan di tengah pandemi.

Tak ingin meninggalkan kewajiban beribadah, massa aksi pun melakukan salat ashar berjamaah di depan Kantor DPRD Kabupaten Banyumas pukul 14.45 WIB. Seusai salat berjamaah, orasi kembali dilakukan secara bergantian oleh perwakilan mahasiswa dan Kombas. Kemudian pada pukul 15.25 WIB, massa aksi menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama-sama.

Pukul 15.48 WIB Bupati Banyumas, Achmad Husein, akhirnya keluar menemui massa. Lugas Ichtiar sebagai perwakilan massa aksi sekaligus Presiden BEM Unsoed 2020, langsung menyampaikan tuntutan massa kepada Husein. Adapun tuntutan yang dibawa pada Aksi Jilid II Banyumas #CabutOmnibusLaw ini berbunyi: DPRD dan Bupati dengan ini menyatakan menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).

“Bapak Bupati yang terhormat, bapak dipilih oleh masyarakat dan sudah selayaknya berpihak pada masyarakat. Maka dari itu, hari ini kami meminta pertanggungjawaban Bapak untuk mendukung dan membersamai kita untuk menolak dan mencabut Omnibus Law,” tegas Lugas.

Namun, saat diminta untuk menandatangani surat pernyataan sikap, Husein menolak. Beliau menyampaikan bahwa sebagai anak dari pemerintah pusat, Kabupaten Banyumas tidak bisa ‘durhaka’ kepada pemerintah pusat dengan ikut menolak pengesahan Omnibus Law.

“APBD Kabupaten Banyumas 87% berasal dari pemerintah pusat. Tanpa pemerintah pusat, Kabupaten Banyumas bangkrut tidak bisa melakukan apa-apa. Kabupaten Banyumas merupakan anak dari pemerintah pusat, kami tidak bisa durhaka. Ibarat rumah yang jendelanya rusak, apakah rumahnya harus dibongkar semua? Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, saya tidak bisa memenuhi tuntutan anak-anak sekalian,” ujar Husein di hadapan massa aksi.

Bupati Banyumas, Achmad Husein, menemui massa aksi.
(Sumber: Kementerian Media Aplikatif BEM Unsoed)

Menanggapi Bupati Banyumas, Korlap Aksi, Fakhrul Firdausi menyampaikan bahwa Husein sebagai Bupati Banyumas sudah seharusnya bersama-sama sepakat dengan masyarakat Banyumas menolak Omnibus Law. “Mohon maaf Pak Bupati. Pak Bupati bukan hanya anak dari pemerintah pusat, tetapi Bapak juga dipilih dan dimandatkan oleh masyarakat Banyumas. Sehingga ketika aspirasi masyarakat Banyumas adalah menolak Omnibus Law, sudah seharusnya itu diakomodir,” ujar Fakhrul.

Ketegasan sikap Kabupaten Banyumas untuk menolak Omnibus Law tak kunjung didapatkan, bahkan setelah kajian multi-sektor setebal 153 halaman telah diserahkan.

Walaupun telah didesak oleh massa, Husein bersikukuh untuk menolak menandatangani tuntutan. Beliau kemudian turun dari mobil komando dan kembali masuk ke dalam kantor DPRD pukul 16.02 WIB. Setelah masuknya Husein, Lugas Ichtiar melakukan orasi terkait demokrasi di Indonesia yang kini telah runtuh dan tidak bisa dibangun kembali.

Presiden BEM Unsoed 2020, Lugas Ichtiar, melakukan orasi kebangsaan.
(Sumber: Kementerian Media Aplikatif)

Pukul 16.17 WIB, keluar surat dari Bupati Banyumas yang ditujukan kepada DPR-RI. Surat tersebut dibacakan langsung oleh Afdhal Yuriz selaku tim lobbying. Surat tersebut menginfokan kepada DPR-RI bahwa telah terjadi aksi penolakan Omnibus Law oleh mahasiswa dan masyarakat, sehingga dengan surat tersebut Bupati Banyumas bermaksud menyampaikan aspirasi yang dibawa oleh massa.

Surat Bupati Banyumas kepada DPR-RI.
(Sumber: Kementerian Kajian dan Aksi Strategis)

Tak puas dengan isi surat yang tidak menyatakan sikap Kabupaten Banyumas secara tegas, tim lobbying turut masuk ke dalam kantor DPRD pukul 16.38 WIB untuk melakukan negosiasi dengan Husein dan Ketua DPRD. Tim lobbying terdiri dari Presiden BEM Unsoed 2020, Lugas Ichtiar, dan Menteri Kajian dan Aksi Strategis BEM Unsoed, Afdhal Yuriz. Proses lobbying ini dilakukan dengan tujuan mendapat kejelasan perihal sikap Kabupaten Banyumas.

Matinya nurani birokrat pemerintahan direspon dengan gelaran salat jenazah pukul 17.11 WIB, disusul dengan lantunan doa yang disampaikan untuk para wakil rakyat. Pukul 17.32 WIB, massa aksi menggerlar salat maghrib berjamaah. Tim lobbying yang masih berada di dalam, keluar pada pukul 18.01 WIB dengan membawa hasil untuk disampaikan. Melalui proses lobbying Bupati Banyumas dan Ketua DPRD menyampaikan bahwa mereka membutuhkan waktu 14 hari, terhitung dari 15 Oktober 2020, untuk mengkaji dan menyatakan sikap terkait Omnibus Law ini.

Hasil lobbying yang belum memenuhi tuntutan membuat massa aksi merasa kecewa dan memutuskan untuk tetap bertahan. Situasi aksi berjalan sangat kondusif dengan suguhan orasi dari masyarakat dan mahasiswa, serta penampilan lagu dan karya sastra. Semangat massa aksi masih terjaga dan seruan-seruan terus digaungkan.

Pukul 18.55 WIB Wakil Dekan III FISIP Unsoed, Tri Wuryaningsih, keluar dari kantor DPRD untuk menemui mahasiswa. Beliau mengadakan diskusi dengan perwakilan massa aksi terkait batas waktu aksi yang dianggap sudah melampaui batas. Batas yang dimaksud adalah pukul 18.00 WIB, padahal dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, tidak ada batasan waktu dalam penyelenggaraan aksi. Aksi tetap bisa digelar dengan komunikasi kepada pihak terkait.

Saai itu massa aksi memutuskan untuk tetap bertahan dan menegaskan bahwa mereka membutuhkan komitmen yang konkret dari Kabupaten Banyumas, untuk menandatangani tuntutan.

Kesepakatan yang didapatkan antara massa aksi melalui diskusi dengan Tri Wuryaningsih yaitu massa akan membubarkan diri ketika DPDR Banyumas menandatangani tuntutan. Tetapi bukannya memenuhi kesepakatan, pukul 19.22 WIB, aparat kepolisian keluar dan meminta massa untuk segera membubarkan diri. Aparat menyampaikan bahwa anggota DPRD sudah tidak ada di dalam gedung, dan mereka memberikan waktu 15 menit untuk membubarkan diri. Massa aksi semakin merapatkan diri di depan kantor DPRD.

Pukul 19.45 WIB, dari dalam Kantor DPRD Kabupaten Banyumas dan di depan Rita Supermall, mulai berjejer aparat kepolisian. Seluruh anggota Brimob bersiap untuk membubarkan massa aksi dan telah memblokade jalan sekitar kantor DPRD.

Massa tetap bertahan dengan terus melakukan blocking dan merapatkan barisan. Akhirnya tepat pukul 20.00 WIB, water cannon ditembakkan ke arah masa aksi. Sebagian massa berhamburan menuju lapangan untuk mengamankan diri dari serangan water cannon. Massa yang masih berusaha bertahan di depan kantor DPRD diusir paksa oleh aparat.

Water cannon dan petasan yang dilemparkan ke arah massa Aksi Jilid II Banyumas #Cabut Omnibus Law (15/10).
(Sumber: kompas.com/Fadlan Mukhtar Zain)

Tembakan gas air mata dan petasan menyusul pada pukul 20.05 WIB. Situasi semakin tidak kondusif. Afdhal Yuriz, tim lobbying sekaligus Menteri Kajian dan Aksi Strategis BEM Unsoed, tak sadarkan diri karena terkena gas air mata. Setelah sebelumnya badannya lemas dan dibawa masuk oleh polisi ke dalam halaman Kantor DPDR Banyumas, ia kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Islam Purwokerto.

Aparat menggunakan sepeda motor untuk menembakan gas air mata ke arah massa dan juga menyisir hingga ke pemukiman warga. Tembakan gas air mata ini mengakibatkan massa aksi berhamburan menyelamatkan diri. Akhirnya, seluruh massa aksi mundur pada pukul 20.15 WIB setelah situasi terkendali. Seluruh massa aksi dikabarkan aman dan telah kembali ke rumah masing-masing.

Apabila ada teman/kerabat yang tertangkap dan mendapatkan represifitas aparat. BEM Unsoed siap menindaklanjuti dan mengadvokasi. Hotline yang dapat dihubungi melalui WhatsApp:

1. +62 857-1044-6872

2. +62 858-8376-7553

Penulis: Chrisdian Provita Bella, Fauziah Nur Fitriani & Sifahannisa

Editor: Chrisdian Provita Bella

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *