Oleh: Nurul Mahmudah
Berbagai ketimpangan agraria yang terjadi hinggat saat ini, mengakibatkan berbagai konflik yang panas dikalangan petani, rakyat kecil, mahasiswa dan orang-orang yang peduli terhadap lingkungan.
Mengapa masalah agraria menjadi masalah besar dikalangan rakyat kecil yang notabene adalah petani? Karena persoalan ini membawa dampak negatif bagi kelangsungan hidup manusia yang seharusnya mendapatkan haknya untuk hidup sejahtera, bertempat tinggal yang nyaman, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat seperti yang diamanatkan oleh konstitusi negara.
Ekspektasi untuk memenuhi keinginan itu, maka peran negara selaku kebijakan perlu responsive dalam merumuskan kebijakan politik hukum agraria. Dalam pasal 33 ayat 1 dan ayat 4 menjelaskan intinya bahwa kebijakan pembangunan ekonomi didasarkan atas sistem ekonomi kerakyatan. Sistem tersebut menempatkan rakyat dalam posisi netral.
Terjadinya ketimpangan agraria mulai dari alih fungsi lahan menjadi kawasan pabrik seperti di kendeng, kehilangan kawasan hutan untuk pembangunan geotermal panas bumi seperti di kawasan hutan Gunung Slamet, kehilangan keragaman hayati seperti pembangunan PLTU di Batang, surat alih fungsi lahan yang bermasalah,dan berbagai persolan agraria lainnya.
Pengungkapan hal tersebut menunjukkan bahwa hukum yang sekarang ini belum bekerja secara optimal seolah-olah hukum itu tumpul ke atas dan runcing ke bawah. Kebijakan umum dan kebijakan politik hukum seharusnya didasarkan pada upaya membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lalu, apa hubungannya agraria dengan kapitalisme? Dari persoaln-persoalan agraria tersebut salah satu penyebab nya adalah munculnya gejala kapitalisme di lapangan perekonomian yang secara perlahan-lahan menyebabkan kepincangan dalam pembagian sumber-sumber kemakmuran bersama. Desain konstruksi tatanan kapitalitik inilah yang telah membentuk sistem eksploitasi dimana pekerja hanyalah dijadikan barang komplementer produksi dengan tujuan profit yang sebesar-besarnya.
Sejatinya sistem ekonomi kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang brutal. Sistem kapitalisme itu berpijak pada dasar yang kuat akan semakin kuat dan yang lemah akan semakin lemah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kapitalis dan agraria menunjukan hubungan sebab akibat. Kapitalis adalah sebab dan agraria adalah akibat.
Bagaimana sistem kapitalisme dapat menggerogoti sektor pertanian terutama wacana proyek pembangunan? Sektor pertanian inilah merupakan ladang emas bagi para investor-investor asing maupun dalam negeri. Agraria Indonesia semakin diselimuti perang kepentingan terselubung dalam proyek pembangunan. Profit yang sebesar-besarnya menjadi tujuan utamanya, seakan-akan Indonesia sebagai negara agraris dengan sumberdaya alam yang melimpah dan menguntungkan cenderung pro-kapitalis.
Sektor pertanian sering dikaitkan dengan masyarakat yang primitif, menurut Marx dalam the Communist Manifesto (1848) menyatakan bahwa karakter masyarakat primitif akan mengalami perubahan sosial menuju sistem kapitalis. Perubahan sosial inilah yang dikenal sebagai asal-usul kapitalisme yang mengakibatkan persoalan-persoalan agraria.
Bagaimana dengan pemerintah apakah hanya berdiam saja, mengikuti kaum borjuis kapitalis? Atau bahkan persoaalan agraria menjadi visi Indonesia dalam proyek pembangunan? Jika hal tersebut terjadi, maka rakyat-rakyat kecil akan tertindas dan akan menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian rakyat. Tapi kenyataannya pemerintah masih menjadikan lahan-lahan hutan menjadi sumber pendapatan negara.
Pemerintah dengan perusahaan swasta semata-mata berorientasikan pada pertumbuhan ekonomi harus dibayar sangat mahal dan banyak menjadi korban pembangunan. Keterbukaan pemerintah dengan swasta terutama pihak asing sangat signifikan, baik dalam produksi, perdagangan dan eksploitasi sumber daya alam. Hal tersebut memudahkan para kaum borjuis dalam menanam modal di Indonesia, sehingga Indonesia terjebak dalam capital and economic oriented dan sulit keluar.
Tetapi anehnya, pemerintah ketika mencanangkan proyek pembangunan tidak pernah melihat sisi negatif yang ditimbulkan dari pembangunan sebelumnya seperti menghitung kerusakan sosial,dan budaya, degradasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam, dan akibat yang telah ditimbulkan dari pembangunan tersebut.
Untuk mencegah terjadinya ketimpangan tersebut, maka perlu dikaji ulang undang-undang yang berorientasi terhadap persoalan agraria. Indonesia adalah negara hukum, sepantasnya negara wajib menjunjung tinggi hukum dan hukum sebagai landasan dasar pengambil keputusan.
Salahkah kaum-kaum tertindas, masyarakat bahkan mahasiswa kontra terhadap permasalahan yang terjadi? Tentu tidak, karena sejatinya mereka-merekalah melakukan protes dan perlawanan untuk menguasai dan menikmati kembali tanah dan wilayah yang telah diambil alih pemerintah dan perusahaan-perusahaan itu.
Lalu, apa yang mereka dapatkan? Apakah mereka mendapatkan tanah mereka kembali? Tentu tidak, akibatnya sangat nyata, yakni mereka dapat dikriminalisasi, dikenai sanksi oleh birokrasi hukum, atau tindakan kekerasan lainnya yang dapat saja dibenarkan secara hukum.
Kelemahan dari pemerintah sendiri adalah tidak konsisten, kurangnya koordinasi pemerintah dengan bawahannya baik secara vertikal maupun horizontal yang menimbulkan stigma-stigma negatif masyarakat terhadap pelayanan aparatur yang belum memuaskan.
Kapitalitas mengakibatkan persoalan agraria, lalu apakah kalian sebagai mahasiswa yang dicap sebagai agen of change akan berdiam diri saja melihat rakyat-rakyat kecil tertindas oleh kaum borjuis kapitalis? Apakah kalian rela para korporasi-korporasi raksasa merampas hak milik rakyat yang disokong langsung oleh pemerintah negara? Coba renungkan
Referensi :
Utaminingsih,Nur. 2016. Analisis Kritis Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga Dan Transformasi Agraria Di Indonesia. Jurnal Wanua. 1(3): 40-62
Rachman, Nur Fauzi. 2011. Menyegarkan Pemahaman Mengenai Percepatan dan Perluasan Kapitalisme Indonesia. 1-9
Maladi, Yanis. 2013. Kajian Hukum Kritis Alih Fungsi Lahan Hutan Berorientasi Kapitalis.Jurnal Dinamika Hukum. 13(1): 10-123
Comments are closed.