
BEM Unsoed – Aksi 7 Tahun Dosa Rezim Jokowi merupakan agenda dari Kementerian Aksi dan Propaganda BEM Unsoed. Agenda Aksi ini diselenggarakan pada hari Senin, 18 Oktober 2021 pada pukul 12.30–16.40 WIB, tepatnya di depan Gedung DPRD Banyumas dengan tujuan untuk meminta Bupati atau Ketua DPRD Banyumas untuk menandatangani tuntutan dari massa aksi terkait permasalahan-permasalahan yang terjadi di Rezim Jokowi dan meneruskan kajian serta tuntutan massa aksi langsung kepada Presiden Jokowi.
Agenda aksi 7 Tahun Dosa Rezim Jokowi ini dilaksanakan dengan melibatkan mahasiswa dari berbagai universitas di sekitar Banyumas yang tergabung dengan Aliansi Semarak. Agenda ini meliputi rangkaian konsolidasi, teknis lapangan, dan aksi massa.
Berikut 6 tuntuntan yang disampaikan pada agenda Aksi 7 Tahun Dosa Rezim Jokowi, di antaranya yaitu :
1.Wujudkan kebebasan sipil seluas-luasnya sesuai dengan amanat konstitusi dan menjamin keamanan setiap orang atas hak berpendapat dan dalam kegiatan mengungkapkan pendapat.
2. Memberikan evaluasi dan arahan kepada Polri untuk segera menghentikan segala bentuk tindakan represif
3. Memberhentikan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, membatalkan TWK, serta mengembalikan marwah dan independensi KPK sebagai wujud realisasi janji Jokowi untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi.
4. Menuntut Presiden Jokowi untuk menerbitkan perpu untuk menggantikan Undang-Undang Cipta Kerja yang melibatkan masyarakat dalam-dalam penyusunannya.
5. Merealisasikan janji Jokowi dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan menangkap serta mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu.
6. Menuntut pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu dan jaminan ketidakberulangan pelanggaran HAM berat.
Agenda Aksi 7 Tahun Dosa Rezim Jokowi dimulai dengan massa aksi berkumpul di titik kumpul yaitu PKM Unsoed. Yang mana sebelum diselenggarakannya aksi ini, telah dilaksanakan juga perihal konsolidasi dan teknis lapangan.Setelah berkumpul di titik kumpul yaitu PKM Unsoed.

Massa aksi bergerak dengan menggunakan sepeda motor secara konvoi menuju Masjid 17 Agustus Muhammadiyah untuk memparkirkan sepeda motor dari massa aksi sebelum massa aksi longmarch menuju ke titik aksi yaitu Gedung DPRD Banyumas. Tetapi setibanya massa aksi di depan Masjid 17 Agustus Muhammadiyah, polisi dengan berpakaian serba hitam dan membawa peralatan lengkap menghadang massa aksi. Aparat kepolisian menghadang dan tidak memperbolehkan massa aksi untuk memparkirkan sepeda motor dengan alasan bahwa pengurus masjid tidak mengizinkan. Padahal sehari sebelumnya, perwakilan massa aksi telah mendatangi serta meminta izin dari para pengurus masjid dan pengurus masjid telah mengizinkan untuk memakai halaman masjid sebagai tempat parkir sepeda motor dari massa aksi.
Dalam penghadangannya, aparat kepolisian menggunakan tenaga yang berlebihan dikarenakan PHH sudah ada menjaga gerbang masjid yang mana itu menyalahi SOP dalam pengamanan aksi massa. Setelah proses lobbying, massa aksi tetap tidak diperbolehkan untuk masuk ke halaman Masjid 17 Agustus Muhammadiyah. Untuk itu massa aksi kembali bergerak ke Jalan. Bank sebagai plan B untuk memparkirkan sepeda motor dari massa aksi.
Di tengah perjalanan, massa aksi lagi-lagi dihadang dengan alasan tidak masuk akal yang menyebabkan massa aksi terpecah di 2 (dua) jalan yang berbeda. Ditambah ada salah satu massa aksi yang ditabrak oleh aparat menyebabkan massa aksi merasa terintimidasi dan menandakan bahwa aparat memakai kekerasan padahal aksi belum dimulai sepenuhnya. Ditambah dengan mobil komando yang meninggalkan masa aksi tanpa adanya penjelasan yang jelas dari supir. Hal ini terjadi karena diduga adanya intimidasi yang tidak disadari massa aksi dari aparat kepolisian kepada supir mobil komando. Massa aksi tiba di jalan bank dan langsung melakukan longmarch menuju titik aksi, yaitu depan Gedung DPRD.
Setelah sampai di titik aksi, rangkaian aksi mulai diselenggarakan. Penyampaian orasi dari berbagai elemen mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Semarak dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Massa aksi tetap konsisten dalam aksi walaupun hujan turun saat itu. Di tengah-tengah aksi, mahasiswa mencoba masuk ke dalam pekarangan Gedung DPRD Banyumas tetapi di hadang oleh aparat kepolisian. Lobbying terus dilakukan agar perwakilan massa aksi dapat masuk ke dalam untuk diskusi dengan ketua DPRD. Setelah cukup lama lobbying akhirnya perwakilan massa aksi yang terdiri dari para pimpinan lembaga diizinkan untuk masuk dan berdiskusi langsung dengan Ketua DPRD. Tetapi Lembaga Pers Mahasiswa tidak diizinkan untuk meliput kegiatan di dalam, padahal liputan pers dalam aksi diatur langsung oleh UU Pers, ini menandakan bahwa aparat kepolisian menghalangi hak tersebut.

Tepat pukul 16.00 WIB, Bapak Ketua DPRD Banyumas keluar dengan penjagaan ketat untuk menemui massa aksi, tetapi menolak untuk menandatangani tuntutan massa aksi dengan alasan bahwa anggota DPRD Banyumas masih banyak yang merupakan simpatian Presiden Jokowi. Ini menandakan bahwa DPRD yang tadinya merupakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang seharusnya menyuarakan suara rakyat. Kini berubah menjadi Dewan Perwakilan Jokowi Daerah atau bisa kita sebut sebagai DPJD.
Aksi 7 Tahun Dosa Rezim Jokowi berakhir pada pukul 16.40 WIB. Massa aksi membubarkan diri dan kembali ke lembaganya masing-masing.

Sikap BEM Unsoed
Terhitung sejak Jumat, 22 Oktober 2021 sekitar pukul 09.00 WIB website dari LPM Bhaskara yaitu bhaskara.id tidak dapat diakses. Kemudian muncul pemberitahuan “I’m Under Attack, You are unable to access” dalam website tersebut. Serangan ini muncul pasca terbitnya berita “Harapan Palsu, Aparat Polisi Lakukan Tindakan Represif kepada Massa Aksi SEMARAK” pada tanggal 19 Oktober 2021 pukul 22.30 WIB.
Berita tersebut memuat kronologi aksi yang dilakukan oleh Aliansi Semarak di depan Gedung DPRD Banyumas dalam rangka “Aksi 7 Tahun Dosa Rezim Jokowi”. Dalam berita tersebut juga menjelaskan tindakan represifitas yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada massa aksi dan salah satu reporter LPM Bhaskara.
Dari kejadian di atas, dapat disimpulkan bahwa hal itu merupakan suatu pelanggaran hak dari pers. Seolah berita yang menjelaskan kronologi dari aksi yang diwarnai dengan represifitas aparat baik fisik maupun verbal tidak boleh tersiar kemana-mana.
Oleh karena itu, BEM Unsoed menyatakan sikap:
1.Mengecam segala bentuk pembungkaman baik yang terjadi di ruang fisik maupun di ruang digital oleh aparat kepada mahasiswa.
2.Mendesak pemerintah untuk menjunjung hak kebebasan pers sesuai dengan Undang-Undang Pers.
3. Mendesak pemerintah untuk menjamin segala bentuk kegiatan mengemukakan pendapat baik di ruang fisik maupun ruang digital.
Penulis : Kementerian Aksi dan Propaganda
Editor : Yuka Nabila Shauma