Akhir-akhir ini nampaknya ramai orang-orang merespon agenda pemira/pemilwa yang jadi agenda tahunan tiap kampus untuk pemilihan presiden, presma atau ketua BEM. Entah nyatanya beneran ramai atau cuma kelihatan di sosmed aja, maklum karena saya taunya dan hanya baca-baca dari sosmed aja kalau ada postingan si A yang dilike si B, lalu dishare si C dan dikomen si D, sampai si Z.
Tak hanya satu atau dua kampus saja yang ramai, saya haqqul yakin masih banyak yang kalau sudah pemira pasti kampusnya jadi ndadak ramai. Ada yang ramai ingin boikotlah, ada yang ramai ngajak golputlah, ada yang ramai mau rubah sistemlah dan lain-lain. Motifnya pun beragam tapi yang umum biasanya bosen karena BEMnya si itu lagi, si itu lagi. Si itu siapa? Itu tuh agen parpol komisariat kampus.
Saya bisa maklum kok kalau pada bosen melihat kondisi begini bertahun-tahun lamanya. Aku juga yes kok sama kayak mas Anang eh rekan-rekan maksudnya. Bosen.
Saya tidak akan banyak ngomentari kebosenan kawan-kawan kok, apalagi yang bosen terus mau ganti sistem. Engga. Lanjutkan saja mas. Saya cuma mau sedikit cerita aja semoga mendapat ‘ibroh’, kalau meminjam istilah kawan-kawan yang suka liqo.
Ngomong-ngomong soal ribut-ribut, kampus saya pun juga suka ribut kalau sudah mau pemira, biasanya KPR (KPU) dikejar-kejar, mas. Mau buka TPS buat nyoblos aja susah bukan main, bahkan pernah salah satu calon presiden kampus nan kece dipukuli pas kampanye sama sekelompok orang yang lagi djagongan sambil udud di sekre. Udah keliatan ramai belum tuh kira-kira? Masih belum ya? Oke saya tambah, pernah juga bakar-bakar ban sampai main sandera-saderaan mas kayak di film Captain Philips yang kapalnya dibajak terus sang kapten disandera sama perampok Somalia. Drama sekali pokoknya. Menegangkan.
Tapi itu dulu sebelum saya menjomblo mas, keadaan berubah ketika saya sudah menjomblo. Hiks. Pemira yang biasanya diwarnai dengan ribut-ribut untuk “boikot”, “bubarkan”, “turunkan”, “jangan mau dibodoh-bodohi”, dan masih banyak lagi yang pokoknya intinya ingin menyadarkan ke publik bahwa BEM kuwi ora penting! Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah jadi damai dan lancar pake jaya. BEM dan seluruh elemen mahasiswa lain bisa ramai-ramai menduduki gedung rektorat dalam aksi tolak kenaikan UKT dan uang pangkal selama dua hari satu malam sambil nonton bareng EURO 2016. BEM dan kamerad-kamerad di AGRA (Aliansi Gerakan Reforma Agraria), FPR (Front Perjuangan Rakyat) beserta serikat tani turun menyikapi permasalahan konflik agraria, mas. Juga BEM dan elemen mahasiswa lain bareng-bareng merealisasikan konsep yang kami sebut tridaya yaitu konsep sinergi antar tiga elemen yaitu mahasiswa, petani, buruh dan kaum miskin kota untuk memutus sistem tengkulakisme di desa dan memberikan pasar bagi petani untuk distribusi langsung hasil tani kepada kaum buruh, miskin kota dan masyarakat pada umumnya.
Lha kok bisa sih? ya bisa dong, sangat bisa membangun hal-hal dan kultur kayak gini di kampus masing-masing asal ada kemauan. Tak cukup hanya modal kemauan, karena kalau hanya modal kemauan itu sarannya om Mario Teguh yang sekarang sudah pensiun. Selain modal kemauan kalian juga harus modal buat tuku kopi karo udud, nah kuwi! Ini sebenarnya yang jadi pesan saya untuk kawan-kawan yang masih suka ribut-ribut. Kenapa saya dan kawan-kawan di kampus bisa asik ena ena gini karena kami sering ngobrol sambil ngopi dan udud bareng. Sesederhana itu aja kok kami bermula.
Kami memulai diskusi banyak hal sampai merumuskan agenda gerakan di kampus termasuk memaksimalkan fungsi BEM itu sambil ngopi dan udud mas. Bahkan untuk pertama kalinya di kampus kami, kamerad kamerad kiri radikal dan akhi ukhti muslim progresif beraliansi di kontrakan seorang anarko untuk melanjutkan estafet perjuangan di BEM lewat pemira. Hasta La Victoria Siempre! Allahu Akbar!
Damai dan indah bukan? Kenapa sih harus pakai ribut-ribut segala? Kenapa? Kenapa coba? Jawab ih
Tak semua pemikiran memang bisa disatukan, oleh karena itu kami di kampus tidak mencari perbedaan. Prinsip kami adalah apa yang bisa kita lakukan bersama yang berkaitan dengan permasalahan kampus dan masyarakat sekitar. Bukan lagi gerak sendiri-sendiri yang justru menguatkan perbedaan satu sama lain. Kalau paradigama masih begini sampai Dajjal nyalon jadi Presiden BEM pun tetep aja ribut ga selesai-selesai. Padahal agenda-agenda yang menuntut peran kita sebagai mahasiswa lebih harus kita fokuskan di samping konflik-konflik horizontal mulu. Jadi ketika liat kawan-kawan ribut-ribut begitu, kami disini cuma bisa istighfar sambil ngopi dan ngudud. Mungkin kawan-kawan kurang ngopi sama udud bareng.
Oleh : Abdullah M. Ihsan
(Presiden BEM Unsoed)
https://1win.directory/# 1win вход