Oleh Sihabuddin Ika Wisuda (K1C024025), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Kebijakan pemerintah Indonesia saat ini memperlihatkan arah yang perlu diwaspadai. Pemangkasan anggaran negara melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 berpotensi mengurangi kualitas pelayanan publik yang sangat vital. Sayangnya, pemotongan ini belum diikuti dengan reformasi birokrasi yang efektif sehingga pelayanan kepada masyarakat tetap lambat tanpa adanya kompensasi nyata.

Di sisi lain, program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyimpan potensi masalah serius. Meskipun bertujuan mulia untuk memberi makan 90 juta jiwa, lemahnya sistem distribusi dan risiko manipulasi data penerima dapat membebani keuangan negara di masa depan.

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% juga menimbulkan banyak kekhawatiran. Walaupun pemerintah menegaskan bahwa kenaikan PPN ini hanya berlaku untuk barang mewah, dampak tidak langsung dari kebijakan ini berpotensi dirasakan oleh masyarakat luas terutama kalangan menengah ke bawah. Saat rakyat menghadapi kesulitan ekonomi, penambahan beban pajak bisa menambah tekanan hidup mereka.

Kekhawatiran juga muncul terkait perluasan peran militer dalam pemerintahan sipil. Langkah ini dikhawatirkan dapat mengaburkan batas antara ranah sipil dan militer yang bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah dibangun selama dua dekade terakhir.

Visi besar “Indonesia Emas 2045” memerlukan peta jalan yang konkret dan terukur. Sementara itu, pembentukan proyek Dana Abadi Nusantara (Danantara) harus diawasi secara ketat agar benar-benar mengutamakan kesejahteraan rakyat, tidak hanya menjadi alat bagi segelintir penguasa untuk menguasai sumber daya negara.

Pemerintah perlu memastikan bahwa program-program pembangunan tidak menggerus hak-hak dasar warga negara. Atas nama pembangunan dan nasionalisme, rakyat seharusnya mendapatkan perlindungan maksimal, bukan justru menghadapi kebijakan yang memperbesar ketimpangan.